AKANKAH KONTRAK FREEPORT DIPERPANJANG?

AKANKAH KONTRAK FREEPORT DIPERPANJANG?

Pada penulisan kali ini saya akan membahas mengenai Freeport yang kabarnya kontraknya akan diperpanjang lagi, apakah benar? Perusahaan tambang emas dan tembaga Freeport McMoRan menyatakan keinginannya untuk memperpanjang kontrak di Indonesia. Perusahaan Amerika Serikat itu, melalui anak usahanya PT Freeport Indonesia, mempunyai Kontrak Karya di lahan tambang Grasberg di Mimika, Papua. Kontrak Karya Freeport Indonesia di tambang Garsberg ini akan habis di tahun 2021. Freeport mendapat kesempatan untuk memperpanjang kontrak dua kali 10 tahun setelah durasi kontrak pertama, yaitu 30 tahun berakhir. Freeport mendapatkan hak kelola tambang di Mimika tahun 1991 lalu. CEO Freeport McMoRan Richard Adkerson mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah mendiskusikan dengan pemerintah Indonesia untuk memperpanjang kontrak tersebut. Apakah perpanjangan ini membawa hal yang baik untuk bangsa ini atau tidak? Bisa kita lihat dari masalah-masalah dan kasus yang kerap berkaitan dengan Freeport seperti contoh PT Freeport telah memberikan sejumlah dana kepada aparat keamanan TNI/POLRI dalam rangka menjaga keamanan Freeport di atas tanah Papua. Hal ini jelas menentang UU karena menurut UU pembiayaan aparat keamanan untuk perlidungan objek vital nasional harus bersumber dari APBN bukan dari perusahaan asing. Akibatnya banyak putra daerah Papua yang merasa asing di rumah mereka sendiri. Dari sini terkesan bahwa aparat keamanan justru lebih membela kepentingan asing daripada kepentingan bangsanya sendiri. Padahal mereka harusnya menindak Freeport yang notabene telah merusak lingkungan dengan membuat lubang tambang di Grasberg.
Masalah lain terkait dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan  oleh Freeport yang sangat signifikan, yaitu rusaknya bentang alam pegunngan Grasberg dan Ersbeg. Masalah lainnya ialah sampai saat ini karyawan Freeport tengah menjalankan aksi mogok kerja dengan menuntut kenaikan gaji US$ 4 per jam. Sampai sekarang pihak management Freeport tidak menyetujui tuntutan pekerja Indonesia tersebut. Bukan keadilan yang didapatkan pekerja Freeport dari Indonesia yang menuntut kenaikan gaji akan tetapi tudingan sebagai kelompok separatis lah yang mereka dapat. Padahal mereka hanya menuntut hak-haknya sebagai warga negara untuk memperoleh kesejahteraan. Ini benar-benar mengecewakan. Kasus seperti ini sama saja dengan “menjadi budak di rumah sendiri” itu adalah kata-kata yang pas menurut saya untuk menjelaskan kasus Freeport ini. Bagaimana tidak jika kekayaan yang seharusnya diolah oleh anak-anak bangsa malah dengan kata lain diolah dan disantap oleh perusahaan asing. Saya jadi ingat kata-kata pejuang kita, bapak Soekarno yaitu “Biarkan kekayaan alam kita, hingga insinyur-insinyur Indonesia mampu mengolahnya sendiri” tapi ternyata kata-kata itu tidak berlaku untuk kasus Freeport ini. Kita tahu banyak sekali kekayaan sumber daya alam yang terdapat di Papua itu, seperti emas material dll.
Menurut seorang pakar ekonomi dari Universitas Padjajaran sekaligus aktivis LSM Econit, Ibu Hendri, setidaknya ada tiga alasan mengapa solusi Freeport ini bukan sekedar negosiasi. Pertama, Yaitu meluruskan aturan perundang-undangan yang menyimpangkan amanah konstitusi (Pasal 33 UUD 1945). Kedua, Renegoisasi atau perubahan Kontrak Karya (KK) yang tidak memakai dasar konstitusi tidak akan memberikan manfaat bagi kepentingan rakyat Indonesia. Dan yang terakhir, rakyat Papua secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum membutuhkan dana yang besar untuk mengerjar ketertinggalan dalam membangun manusia maupun fasilitas yang diperlukan untuk mendukung pelayanan sosial dan kemajuan ekonomi. Saya sangat berharap besar kepada pemerintah untuk menuntaskan masalah Freeport ini. Karena bukan lagi masalah tentang “keuntungan” tetapi juga tentang harga diri bangsa Indonesia. Pasca Perang Dingin, selayaknya bangsa Indonesia sadar bahwa trend perang dalam masa sekarang adalah perang untuk memperebutkan sumber daya alam atau resource war. Sekarang negara- negara besar sedang berperang untuk  merebutkan sumber daya alam. Urusan perebutan masalah sumber daya alam ini sejatinya tidak memperdulikan berapa korban jiwa yang jatuh. Begitu juga masalah Freeport, kita tahu sendiri akhir-akhir ini masih sering terjadi aksi penembakan di Papua yang menelan korban baik kalangan aparat keamanan ataupun putra daerah Papua sendiri. Sudah selayaknya kita memandang kasus Freeport ini selain dengan pemahaman yang mendalam juga dengan kacamata perspektif yang berbeda.
Saat ini pemerintah tengah melakukan renegosiasi kontrak dengan beberapa perusahaan tambang, termasuk Freeport Indonesia. Pemerintah menginginkan royalti dari perusahaan tersebut ditambah dari posisi sekarang yang hanya 1 persen saja. Negara Indonesia ini bagaikan mendapat “Durian Runtuh” dimana tambang terbesar di Papua sudah digali terlalu dalam dan dalam. Yang saya sayangkan hanyalah kekayaan alam yang seharusnya bisa menjadi asset terbesar yang dapat diolah oleh bangsa Indonesia sendiri justru bangsa Indonesia lah yang menurut saya menggigit jari walaupun saya tahu tetap ada pemasukan akan Freeport ini. Saya sangat berharap besar kepada pemerintah untuk menyiapkan kebijakan yang baik untuk masalah perpanjangan kontak Freeport ini. Jika memang terus diperpanjang akankah Indonesia lebih baik atau bahkan jauh lebih menurun? Saya sendiri termasuk orang yang tidak menyetujui untuk memperpanjang kontrak itu. Kenapa? Karena ini benar-benar menguras kekayaan sumber daya alam kita dan kita hanya mendapatkan beberapa persennya saja. Bisa bayangkan jika tambang tersebut kita sendirilah yang mengolah? Mungkin rupiah akan menguat. Kita bisa lihat bahan-bahan tambang dihasilkan ialah tembaga, emas, silver, molybdenum, rhenium. Ini benar-benar asset yang sebenarnya sangat besar untuk bangsa Indonesia. Sangat disayangkan? Ya, benar. Tapi kita juga tidak bisa menyalahkan pemerintah seutuhnya. Karena saya yakin, pemerintah pasti mempunyai pertimbangannya sendiri. Benar-benar berharap agar kekayaan bangsa Indonesia tidak habis disantap oleh perusahaan asing. Benar-benar berharap juga penerus bangsa dapat mengolah kekayaan ini. Dan harus kita ingat bahwa masalah ini bukan sekedar penandatangan kontrak kerja baru, hitam di atas putih. Melainkan masalah yang lebih krusial lagi, yaitu penegakkan kedaulatan Republik Indonesia.


Komentar

Postingan Populer